KEGIATAN RAPAT TEKNIS PENGELOLAAN KONSERVASI KAWASAN PERAIRAN NASIONAL DI WILAYAH KERJA BKKPN KUPANGR
I. Pendahuluan
a. Latar Belakang
Konservasi perairan merupakan upaya perlindungan pelestarian dan pemanfaatan suatu wilayah atau sumber daya ikan dan ekosistemnya untuk menjamin keberadaan dan keseimbangan sumber di dalam suatu kawasan perairan. Kawasan konservasi Perairan merupakan kawasan perairan yang dilindungi dan dikelola dengan system zonasi serta ditetapkan secara hokum, diawasi dan dimonitor. Kawasan konservasi perairan dimanfaatkan berdasarkan prinsip pelestarian dalam mewujudkan pengelolaan sumber daya ikan dan lingkungannya secara berkelanjutan. Kawasan konservasi perairan ditetapkan dan dikelola berdasarkan aspek ekologi, social, budaya dan ekonomi yang bermanfaat bagi keberlanjutan sumber daya alam dan kesejahteraan masyarakat disekitar kawasan tersebut.
Pembangunan Kawasan Konservasi Perairan Nasional (KKPN) merupakan bagian yang tak terpisahkan dari pembangunan nasional yang dalam pelaksanaannya tidak dapat mengabaikan kepentingan masyarakat sekitardan di dalam KKPN. Oleh karena itu pelaksanaan kegiatan pada KKPN hendaknya selalu terintegrasi dan terkoordinasi dengan pembangunan sector lainnya. Keterlibatan mitra atau stake holders terutama masyarakat sekitar dan di dalam kawasan harus dipandang sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari system pengelolaan KKPN dan selalu diupayakan pembinaannya agar dapat berperan aktif di dalam setiap upaya konservasi disamping upaya-uopaya peningkatan kesejahteraan perekonomian masyarakat sekitar.
Pengelolaan KKPN dilakukan denganpenyusunan perencanaan, upaya-upaya pengelolaan, pengawasan dan pengendalian. Pengelolaan KKPN diarahkan berdasarkan fungsi dan tujuan pengelolaan. Strategi pengelolaan KKPN dilakukan melalui penndekatan aspek kebijakan, keuangan dan kelembagaan, aspek hokum, aspek ekologis, aspek social budaya dan ekonomi masyarakat. Upaya-upaya pengelolaan KKPN dilakukan antara lain melalui pengembangan sumber daya manusia pengelola kawasan konservasi, pengembangan sarana dan prasarana, identifikasi dan pemantauan kondisi ekosistem kawasan, pengelolaan data dan informasi pengawasan. Pemberdayaan masyarakat disekitar kawasan, pengembangan pariwisata, pengembangan pendidikan dan penelitian, rehabilitasi dan restorasi ekosistem yang rusak di kaawasan konservasi perairan.
Rencana pengelolaan kawasan konservasi perairan menurut peraturan menteri kelautan dan Peerikanan nomor PER.17/MEN/2008 tentang kawasan konservasi di wilayah pesisir dan pulau-pulau keciladalah rencana yang memuat susunan kerangka kebijakan, prosedur dan tanggung jawab dalam rangka pengorganisasian, pengambilan keputusan diantara berbagai lembaga pemerintah mengenai ksepakatan penggunaan sumber daya atau kegiatan pembangunan di zona yang ditetapkan. Rencana pengelolaan disusun secara transfaran, partisipatif dan bertanggung jawab berdasarkan kajian aspek teknis, ekologis, ekonomis, social dan budaya masyarakat kekhasan dan aspirasi daerah termasuk kearifan local, yang dilakukan secara terpadu dengan memperhatikan kepentingan nasional daerah, sector terkait, masyarakat dan wawasan global.
Perkembangan kawasan konservasi perairan Indonesia sampai akhir 2009 mencapai 13,52 juta hektar, dimana 8,8 juta hektar merupakan hasil inisiasi Kementerian Kelautan Dan Perikananbersama Profinsi, kabupaten dan kota mencapai 44 kawasan yang terdiri dari Taman Nasional Perairan, Suaka Alam Perairan, Taman Wisata Perairan dan Suaka Perikanan. Sedangkan inisiasi kementerian Kehutanan terdiri dari 32 kawasan dengan luas mencapai 4,69 juta hektar yang terdiri dari Taman Nasional Laut, Taman Wisata laut, Suaka Marga Satwa dan Cagar Alam Laut.
Balai Kawasan Konservasi Perairan Nasional (BKKPN) Kupang sebagai Unit Pelaksana Teknis DirektoratJenderal Kelautan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Kementerian Kelautan dan Perikanan adalah merupakan lembaga pemerintah yang mempunyai tugaas utama untuk melaksanakan konservasi perairan di kawasan Indonesia timur. Hingga saat ini BKKPN Kupang mengelola 8 KKPN yaitu tnp laut Swu (NTT)dengan luas 3.521.130.01 Ha, TWP Gili Air Gili Meno Gili Trawangan (NTB) dengan luas 2.954 Ha, TWP Pulau Padaido (Papua) dengan luas 183.000 Ha, TWP Kapoposang (Sulawesi Selatan) dengan luas 50.000 Ha, TWP Laut Banda (Maluku) dengan luas 2.500 Ha, SAP Raja Ampat (Papua Barat) dengan luas 60.000 Ha, dan SAP Kepulauan Weigeo sebelah barat (Papua Barat) dengan luas 271.630 Ha.
Permasalahan yang ditemukan dalam pengelolaan KKPN saat ini adfalah kebijakan yang masih bersifat sektoral, peraturan pengelolaan yang belum tersusun, bentuk kelembagaan yang ideal dalam pengelolaan dan kualitas, kuantitas sumber daya manusia yang masih kurang. Selain itu lemahnya pengawasan kawasan dari kegiatan illegal fishing dan kurangnya pemahaman dari masyarakat mengenai kawasan konservasi perairan. Dukungan dari semua pihak sangat berdampak penting dalam pengelolaan yang baik dan optimal serta berkelanjutan. Sehingga dengan ini BKKPN Kupang akan menyelenggarakan rapat teknis pengelolaan KKPN yang dapat meningkatkan kapasitas BKKPN dalam mengelola KKPN.
b. Dasar Hukum
Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.
Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan.
Undang-undang Nomor 27 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 60 tahun 2007 tentang konservasi Sumber Daya Ikan.
c. Tujuan
Adapun tujuan dari kegiatan ini adalah sebagai berikut:
1. Menganalisa kebijakan dan aspek hokum dalam mengelola KKPN dalam rangka pengelolaan yang optimal.
2. Merumuskan bentuk kelembagaan dan system pengelolaan KKPN yang melibatkan semua stake holders.
3. Merumuskan rencana strategis dan rencana pengelolaan KKPN dalam jangka waktu 5 tahun.
4. Menemukenali isu-isu, permasalahan dan informasi dalam pengelolaan KKPN dari semua stake holders.
5. Mensikronkan dan mensinergikan program dan kegiatan setiap satuan kerja yang berhubungan dengan pengelolaan KKPN.
6. Merumuskan mekanisme dan prosedur operasional standar dalam pengelolaan KKPN.
II. Isi Laporan
a. Jenis Kegiatan
Kegiatan ini merupakan kegiatan rapat teknis yang dilakukan BKKPN Kupang untuk membahas semua kawasan yang berada di bawah wilayah kerja BKKPN Kupang.
b. Tempat dan Waktu Kegiatan
Kegiatan Rapat Teknis Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan nasional di Wilayah kerja BKKPN Kupang ini dilaksanakan pada tanggal 23 – 25 Juli 2010 di Holiday Resort Lombok Nusa Tenggara Barat.
c. Petugas Kegiatan
Dalam kegitan rapat ini pihak BKKPN Kupang di Bantu oleh staf teknis yang ada di Lombok Utara.
d. Peserta Kegiatan
Jumlah peserta dalam rapat ini adalah sebanyak 80 orang. Peserta rapat terdiri dari instansi dan stake holders terkait di 8 kawasan yang ada di wilayah kerja BKKPN Kupang.
e. Hasil Kegiatan
Kegiatan rapat rutin yang di hadiri oleh dinas dan stakeholder terkait berjalan dengan baik. Sambutan disampaikan oleh Prof yeremias, dalam sambutannya beliau menegaskan bahwa sebelum kita melakukan konservasi sudah ada konservasi dengan system terpusat yang di jalankan oleh Depepartemen Kehutanan. Sementara system yang di jalankan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan Saat Ini adalah konservasi dengan system bersama, semua memiliki peran yang sama baik itu pemerintah kabupaten, profinsi dan pemerintah pusat. Selain itu ditegaskan juga bahwa dalam konservasi semua pihak harus sama-sama merasa saling memiliki.
Selanjutnya penyampaian materi untuk hari pertama disampaikan oleh 3 pemateri yaitu Prof. Yeremias T. Kaban yang membawakan materi tentang Reformasi Birokrasi Di Kementerian Kelautan Dan Perikanan, Kedua Dr. Ir. Irwandi Idris M.Si. menyampaikan materi tentang Partisipasi Masyarakat Dalam Pengelolaan KKPN, ketiga Inspektu 5 Anda Miraza menyampaikan materi tentang Pengawasan Kinerja Pemerintah. Semua materi disampaikan smpai selesai kemudian dilanjutkan dengan diskusi yang di pimpin oleh moderator. Dalam diskusi yang dilakukan maslah pokok yang di angkat adalah apa yang di lakukan pemerintah sekarang setelah begitu banyaknya kawasan konservasi yang sudah ditetapkan. Banyak kaawasan konservasi yang sudah ditetapkan tetapi kurang begitu diperhatikan. Menurut pemateri, kita harus banyak bekerja sama dengan masyarakat local maupun stake holders yang ada di kawasan kalau semua mau sukses (notulen rapat).
Hari kedua kegiatan di bagi menjadi dua sesi. Sesi pertama sebanyak 3 pemateri menyampaikan materinya, ketiga pemateri tersebut adalah EKO Nurdiyanto Direktur TRLP3K-DITJEN KP3K menyampaikan materi tentang Peranan RTRWP/K dan RZWP3K Dalam Pengelolaan KKPN, kedua Dr Toni Ruchimat menyampaikan materi tentang Arah Kebijakan dan Strategi Pembangunan Pulau-Pulau Kecil dan ketiga Direktur Pemberdayaan Masyarakat Pesisir menyampaikan materi tentang Pemberdayaan Masyarakat Di Sekitar Kawasan Konservasi. Setelah semua pemateri pada sesi pertama ini menyampaikan materinya kemudian di lanjutkan dengan diskusi yang dipimpin oleh moderator. Dalam diskusi, peserta berperan aktif baik dalam memberikan masukan-masukan maupun pertanyaan-pertanyaan yang ditujukan kepada ketiga pemateri. Mmisalnya seperti tanggapan pesertamengenai kurangnya tenaga atau stap yang dimiliki oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan di lapangan, padahal wilayah yang di kelola sangat luas, serta apakah masyarakat sudah cukup banyak menerima akses atau pemberitahuan mengenai Kawasan Konservasi Perairan.
Pada sesi dua dilanjutkan dengan penyampaian materi oleh tiga pemateri yaitu pertama oleh Direktur Pesisir Dan Laut yang menyampaikan materi tentang Pengelolaan Mitigasi Di Wilayah KKPN kedua Biro Hukum Kementrian Kelauatan Dan Perikanan (BU TINI) yang menyampaikan materi tentang Pengelolaan kawasan konservasi Perairan Nasional dan materi yang ketiga di sampaikan oleh Johanes (TNC) menyampaikan materi tentang Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan Berbasis Masyarakat. Sama seperti materi-materi sebelumnya, setelah pemateri menyampaikan materinya kemudian dilanjutkan dengan diskusi yang di pimpin oleh moderator. Dalam diskusi kali ini, peserta berperan aktif dengan menanyakan atau memberikan masukan terkait materi yang di sampaikan. Setelah kedua sesi selesai, acara kemudian dilanjutkan dengan diskusi untuk membahas hasil dari kegiatan selam dua hari. Pada diskusi ini pesrta di bagi dalam dua kelompok yang membahas topic yang berbeda. Hasil diskusi bisa dilihat di notulen rapat yang terlampir pada lapiran ini.
Kegiatan Rapat Teknis Pengelolaan Konservaasi Kawasan Perairan Nasionl Di Wilayah Kerja BKKPN Kupang yang di lakukan selama dua hari ini kemudian di tutup oleh direktur KTNL.
III. Penutup
a. Kesimpulan
Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa kegiatan rapat dapat berjalan dengan baik dan sesuai rencana. Ini bisa dilihat dengan hadirnya hampir semua undangan, dari awal mulainya rapat hingga selesai.
b. Saran
Diharapkan agar dalam pelaksanaan rapat selanjutnya dilakukan koordinasi yang lebih baik dengan dinas setempat sehingga semua tidak terkesan terburu-buru dan mendadak.
Sabtu, 31 Juli 2010
Kegiatan workshop CITES
I. PENDAHULUAN
a. Latar Belakang
Indosesia merupakan Negara kepulaua yang memiliki banyak potensi dan sumberdaya alam yang melimpah. Sumber daya alam yang kita miliki sangat beraneka ragam dari laut sampai ke darat. Sumber daya alam ini merupakan harta kekayaan yang dimiliki oleh bangsa Indonesia dan sudah sepantasnya di lindungi dan diatur pemanfaatannya. Berdasarkan hal tersebut maka perlu adanya suatu lembaga yang mengatur mengenai pemanfaatan dan jual beli sumber daya yang dimiliki. CITES ( Convention on International Trade in Endangered Species of wild Fauna and Flora ) merupakan suatu kesepakatan yang di bangun oleh beberapa Negara untuk mengatur perdagangan skala internasional. Keberadaan lembaga tersebut perlu di sosialisasikan ke aparat dan lembaga pemerintahan daerah untuk pelaksanaan peraturan yang sudah ditetapkan.
Kegiatan workshop CITES ini sangat perlu dilakukan melihat begitu banyak nya pelanggaran yang di lakukan oleh para pengusaha budidaya ikan maupun terumbu karang yang tidak memperhatikan aturan dalam transaksi maupun penjualan hewan-hewan yang di lindungi maupun tidak di lindungi.
b. Dasar Hukum
Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 60 Tahun 2007 tentang Konservasi Sumber Daya Ikan
Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor Per.03/MEN/2010 tentang Tata Cara Penetapan Status Perlindungan Jenis Ikan
Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor Per.04/MEN/2010 tentang Tata Cara Pemanfaatan Jenis Ikan dan Genetik Ikan.
c. Tujuan
Adapun tujuan dari kegiatan ini adalah untuk mensosialisasikan dan memberikan pengetahuan kepada semua stake holders di bidang kelautan dan perikanan yang ada di Nusa Tenggara Barat tentang akan adanya pelaksanaan management authority CITES spesies aquatic pada kementerian kelautan dan Perikanan.
d. Manfaat
Adapun manfaat dari kegiatan ini adalah diharapkan semua peserta mengetahui dan lebih memahami tentang program CITES pada Kementerian Kelautan dan perikanan yang akan di jalankan serta dapat memahami isi dari Permen Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor 03 dan 04.
II. ISI LAPORAN
a. Jenis Kegiatan
Kegiatan ini merupakan kegiatan workshop yang dilaksanakan oleh Direktorat KTNL Dirjen KP3K Kementerian Kelautan dan Perikanan bekerja sama dengan Dinas kelautan dan Perikanan Provinsi Nusa Tenggara Barat.
b. Tempat dan Waktu Kegiatan
Kegiatan dilakukan di Ruang Mutiara Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi NTB pada tanggal 14 Juni 2010.
c. Petugas Kegiatan
Kegiatan pertemuan ini di laksanakan oleh Direktur Konservasi dan Taman Nasional Laut Direktorat Jenderal Kelautan, Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Kementerian Kelautan dan Perikanan bekerja sama dengan dinas kelautan dan Perikanan Profinsi NTB.
Peserta dalam kegiatan workshop ini terdiri dari semua wakil dari Dinas Kelautan dan Perikanan semua Kabupaten di NTB serta stake holders terkait.
d. Hasil Kegiatan
Kegiatan workshop cites yang diselenggarakan di dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi NTB berlangsung dengan tertib dan sesuai jadwal. Semua undangan seperti dinas kelautan dan perikanan yang ada di provinsi NTB serta instansi terkait menghadiri undangan. Acara di buka oleh Kepala Dinas yang di wakili oleh Kepala Bidang Pengawasan, Konservasi, Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Drs Made Sujana. Dalam pembukaannya, beliau menerangkan bahwa terumbu karang yang ada di perairan NTB saat ini mengalami bencana pemutihan karang seperti yang di laporkan beberapa pembudidaya terumbu karang di Lombok Utara yang semua karang yang di transplantasi mengalami kematian dan pemutihan. Selain itu juga beliau menerangkan bahwa di Provinsi NTB sudah tercatat sebanyak 88 kelompok masyarakat pengawas (Pokmaswas) yang tersebar di seluruh kabupaten yang ada di NTB.
Acara kemudian dilanjutkan dengan presentasi dari direktur KTNL yang membahas tentang Kebijakan Pengelolaan Konservasi Sumberdaya Ikan Pengantar CITES. Dalam presentasinya beliau menjelaskan bahwa kegiatan konservasi ikan yang selama ini di terapkan seolah-olah menghambat dan mengurangi pendapatan nelayan hal ini disebabkan karena selama ini kita hanya mengeluarkan peraturan-peraturan tanpa ada inplementasi yang nyata di lapangan. Padahal seharusnya konservasi memberikan keuntungan bagi masyarakat nelayan. Seharusnya daerah yang sudah di konservasi memiliki perbedaan dengan daerah yang belum di konservasi misalnya dalam peraturan-peraturan yang berlaku dan sehingga daerah yang sudah di konservasi lebih terjaga dan bisa dirasakan manfaatnya bagi para nelayan.
Dari hasil kajian para pakar yang sudah lama melakukan penelitian tentang penyebaran keanekaragaman hayati di Indonesia bahwa Provinsi Papua merupakan tempat yang paling tinggi keanekaragamannya. Sementaran NTB termasuk yang ketiga. Namun kondisi ini bisa saja berubah apabila dilakukan penelitian ulang. Dalam kesempatan ini juga direktur KTNL menyampaikan tentang adanya perbedaan paradigma antara kehutanan dengan kelautan dan perikanan antara lain: (Pertama) System yang di jalankan oleh kehutanan bersifat sentralistis artinya hampir semua kawasan di kelola oleh pusat sedangkan kelautan dan perikanan bersifat lebih luas yaitu kewenangan pengelolaan kawasan konservasi bisa dilakukan oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah tergantung dari luas kawasan. (Kedua) Dahulu banyak terjadi konflik antara penegak kebijakan dengan nelayan di lapangan karena dalam mencari ikan dilaut nelayan merasa di batasi sementara kelautan dan perikanan saat ini menjalankan system pengelolaan dengan system zonasi dimana daerah konservasi di bagi menjadi 4 zona yaitu zona inti, zona perikanan berkelanjutan, zona pemanfaatan, dan zona lainnya. Pelarangan mutlak untuk tidak melakukan kegiatan apapun terdapat di zona inti, sehingga nelayan masih mempunyai ruang untuk melakukan kegiatan penangkapan ikan dan budidaya di zona yang lain selain zona inti.
Pada kesempatan ini pak direktur tidak bisa mengikuti kegiatan sampai selesai karena harus balik kejakarta untuk urusan pekerjaan. Namun sebelum beliau meninggalkan tempat para peserta diberikan kesempatan untuk berdiskusi mengenai kondisi dan permasalahan yang terjadi di daerah masing-masing. Kesempatan ini tidak disia-siakan oleh para peserta. Beberapa pertanyaan dan masukan di sampaikan oleh peserta misalnya seperti dari Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Kabupaten Sumbawa Barat yang menyampaikan keinginannya untuk melakukan pelepasan reef ball di salah satu pulau kecil yang ada di Sumbawa, kemudian masukan juga disampaikan oleh perwakilan dari Kelompok Masyarakat Pengawas dari Sekotong Lombok barat yang menyampaikan bahwa selain pemerintah memberlakukan aturan-aturan yang melarang masyarakat menangkap ikan di tempat-tempat tertentu sebaiknya juga dari pemerintah ada upaya-upaya untuk memberikan mata pencaharian alternative sehingga masyarakat tidak meraasa di rugikan. Selanjutnya dari Kepala Bidang Kelautan Dinas Kelautan Perikanan Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Lombok Utara menyampaikan tentang adanya peristiwa pemutihan atau kematian karang yang menimpa kelompok pembudidaya terumbu karang di dusun Jambi Anom Lombok Utara dan di sekitarnya. Dari DKP Lombok timur telah mencanangkan dana sebesar 700 juta rupiah untuk pengalihan usaha masyarakat yang merussak karang, selain itu disampaikan juga bahwa di Kawasan Konservasi Laut Daerah yang ada di Lombok Timur telah lama berlangsung adanya pengambilan kulit bakau di lokasi tersebut oleh nelayan dari Kabupaten Sumbawa. Selanjutnya dari DKP Sumbawa memberikan informasi mengenai banyaknya pulau kecil di Kabupaten Sumbawa yang bisa dijadikan kawasan konservasi. Selain itu juga dari Universitas Mataram menyampaikan bahwa data yang di milikisaat ini sangat terbatas dan perlu dilakukan kerjasama yang baik antara pemerintah dan lembaga-lembaga pendidikan yang ada dalam melakukan pendataan potensi sumber daya yang ada di NTB hususnya dan Indonesia pada umumnya. Beberapa pertanyan maupun masukan yang di sampaiakan peserta ditanggapi oleh direktur KTNL serta di masukkan dalam notulen rapat tersebut.
Setelah istirahat selama 2 jam, acara kemudian dilanjutkan dengan presentasi mengenai apa itu CITES, kemudaian aturan-aturan dalam CITES. Selain itu juga di sampaikan penjelasan mengenai Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor PER.03/MEN/2010 dan PER.04/MEN/2010 tentang Tata cara Penetapan Status Perlindungan Ikan dan Tata cara Pemanfaatan Jenis Ikan dan Genetik Ikan. Dalam kesempatan tersebut presentator menyampaikan panjang lebar mengenai isi dari peraturan menteri tersebut. Selanjutnya presentasi juga di sampaikan oleh Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) NTB. Dalam presentasinya banyak disampaikan mengenai aturan-aturan yang sudah dan sedang di berlakukan oleh BKSDA dalam melakukan konservasi di daerah NTB. Selain itu juga di jelaskan mengenai kuota dan siapa saja yang berhak menerima kuota serta mekanisme keluarnya ijin kuota. Di ahir acara kemudian di tutup oleh dinas kelautan dan perikanan Provinsi NTB.
e. Kesulitan dan Hambatan
Semua rangkaian acara berjalan dengan lancar tanpa adanya kesulitan dan hambatan pada kegiatan ini.
III. PENUTUP
a. Kesimpulan
Dari beberapa penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa kegiatan workshop cites spesies aquatic berlangsung dengan baik. Dari pemateri dan peserta mendapatkan tambahan informasi mengenai segala hal yang berkaitan dengan perikanan. Harapan dari pemateri agar setelah keluar dari ruangan ini segala ilmu dan pengetahuan yang didapatkan dari kegiatan ini bisa disampaikan kepada masyarakat dan instansi terkait baik secara formal melalui pertemuan-pertemuan atau non formal dengan berdiskusi.
b. Saran
Adanya kegiatan sosialisasi yang di lakukan di tingkat masyarakat khususnya masyarakat nelayan dan pengusaha budidaya ikan.
I. PENDAHULUAN
a. Latar Belakang
Indosesia merupakan Negara kepulaua yang memiliki banyak potensi dan sumberdaya alam yang melimpah. Sumber daya alam yang kita miliki sangat beraneka ragam dari laut sampai ke darat. Sumber daya alam ini merupakan harta kekayaan yang dimiliki oleh bangsa Indonesia dan sudah sepantasnya di lindungi dan diatur pemanfaatannya. Berdasarkan hal tersebut maka perlu adanya suatu lembaga yang mengatur mengenai pemanfaatan dan jual beli sumber daya yang dimiliki. CITES ( Convention on International Trade in Endangered Species of wild Fauna and Flora ) merupakan suatu kesepakatan yang di bangun oleh beberapa Negara untuk mengatur perdagangan skala internasional. Keberadaan lembaga tersebut perlu di sosialisasikan ke aparat dan lembaga pemerintahan daerah untuk pelaksanaan peraturan yang sudah ditetapkan.
Kegiatan workshop CITES ini sangat perlu dilakukan melihat begitu banyak nya pelanggaran yang di lakukan oleh para pengusaha budidaya ikan maupun terumbu karang yang tidak memperhatikan aturan dalam transaksi maupun penjualan hewan-hewan yang di lindungi maupun tidak di lindungi.
b. Dasar Hukum
Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 60 Tahun 2007 tentang Konservasi Sumber Daya Ikan
Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor Per.03/MEN/2010 tentang Tata Cara Penetapan Status Perlindungan Jenis Ikan
Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor Per.04/MEN/2010 tentang Tata Cara Pemanfaatan Jenis Ikan dan Genetik Ikan.
c. Tujuan
Adapun tujuan dari kegiatan ini adalah untuk mensosialisasikan dan memberikan pengetahuan kepada semua stake holders di bidang kelautan dan perikanan yang ada di Nusa Tenggara Barat tentang akan adanya pelaksanaan management authority CITES spesies aquatic pada kementerian kelautan dan Perikanan.
d. Manfaat
Adapun manfaat dari kegiatan ini adalah diharapkan semua peserta mengetahui dan lebih memahami tentang program CITES pada Kementerian Kelautan dan perikanan yang akan di jalankan serta dapat memahami isi dari Permen Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor 03 dan 04.
II. ISI LAPORAN
a. Jenis Kegiatan
Kegiatan ini merupakan kegiatan workshop yang dilaksanakan oleh Direktorat KTNL Dirjen KP3K Kementerian Kelautan dan Perikanan bekerja sama dengan Dinas kelautan dan Perikanan Provinsi Nusa Tenggara Barat.
b. Tempat dan Waktu Kegiatan
Kegiatan dilakukan di Ruang Mutiara Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi NTB pada tanggal 14 Juni 2010.
c. Petugas Kegiatan
Kegiatan pertemuan ini di laksanakan oleh Direktur Konservasi dan Taman Nasional Laut Direktorat Jenderal Kelautan, Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Kementerian Kelautan dan Perikanan bekerja sama dengan dinas kelautan dan Perikanan Profinsi NTB.
Peserta dalam kegiatan workshop ini terdiri dari semua wakil dari Dinas Kelautan dan Perikanan semua Kabupaten di NTB serta stake holders terkait.
d. Hasil Kegiatan
Kegiatan workshop cites yang diselenggarakan di dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi NTB berlangsung dengan tertib dan sesuai jadwal. Semua undangan seperti dinas kelautan dan perikanan yang ada di provinsi NTB serta instansi terkait menghadiri undangan. Acara di buka oleh Kepala Dinas yang di wakili oleh Kepala Bidang Pengawasan, Konservasi, Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Drs Made Sujana. Dalam pembukaannya, beliau menerangkan bahwa terumbu karang yang ada di perairan NTB saat ini mengalami bencana pemutihan karang seperti yang di laporkan beberapa pembudidaya terumbu karang di Lombok Utara yang semua karang yang di transplantasi mengalami kematian dan pemutihan. Selain itu juga beliau menerangkan bahwa di Provinsi NTB sudah tercatat sebanyak 88 kelompok masyarakat pengawas (Pokmaswas) yang tersebar di seluruh kabupaten yang ada di NTB.
Acara kemudian dilanjutkan dengan presentasi dari direktur KTNL yang membahas tentang Kebijakan Pengelolaan Konservasi Sumberdaya Ikan Pengantar CITES. Dalam presentasinya beliau menjelaskan bahwa kegiatan konservasi ikan yang selama ini di terapkan seolah-olah menghambat dan mengurangi pendapatan nelayan hal ini disebabkan karena selama ini kita hanya mengeluarkan peraturan-peraturan tanpa ada inplementasi yang nyata di lapangan. Padahal seharusnya konservasi memberikan keuntungan bagi masyarakat nelayan. Seharusnya daerah yang sudah di konservasi memiliki perbedaan dengan daerah yang belum di konservasi misalnya dalam peraturan-peraturan yang berlaku dan sehingga daerah yang sudah di konservasi lebih terjaga dan bisa dirasakan manfaatnya bagi para nelayan.
Dari hasil kajian para pakar yang sudah lama melakukan penelitian tentang penyebaran keanekaragaman hayati di Indonesia bahwa Provinsi Papua merupakan tempat yang paling tinggi keanekaragamannya. Sementaran NTB termasuk yang ketiga. Namun kondisi ini bisa saja berubah apabila dilakukan penelitian ulang. Dalam kesempatan ini juga direktur KTNL menyampaikan tentang adanya perbedaan paradigma antara kehutanan dengan kelautan dan perikanan antara lain: (Pertama) System yang di jalankan oleh kehutanan bersifat sentralistis artinya hampir semua kawasan di kelola oleh pusat sedangkan kelautan dan perikanan bersifat lebih luas yaitu kewenangan pengelolaan kawasan konservasi bisa dilakukan oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah tergantung dari luas kawasan. (Kedua) Dahulu banyak terjadi konflik antara penegak kebijakan dengan nelayan di lapangan karena dalam mencari ikan dilaut nelayan merasa di batasi sementara kelautan dan perikanan saat ini menjalankan system pengelolaan dengan system zonasi dimana daerah konservasi di bagi menjadi 4 zona yaitu zona inti, zona perikanan berkelanjutan, zona pemanfaatan, dan zona lainnya. Pelarangan mutlak untuk tidak melakukan kegiatan apapun terdapat di zona inti, sehingga nelayan masih mempunyai ruang untuk melakukan kegiatan penangkapan ikan dan budidaya di zona yang lain selain zona inti.
Pada kesempatan ini pak direktur tidak bisa mengikuti kegiatan sampai selesai karena harus balik kejakarta untuk urusan pekerjaan. Namun sebelum beliau meninggalkan tempat para peserta diberikan kesempatan untuk berdiskusi mengenai kondisi dan permasalahan yang terjadi di daerah masing-masing. Kesempatan ini tidak disia-siakan oleh para peserta. Beberapa pertanyaan dan masukan di sampaikan oleh peserta misalnya seperti dari Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Kabupaten Sumbawa Barat yang menyampaikan keinginannya untuk melakukan pelepasan reef ball di salah satu pulau kecil yang ada di Sumbawa, kemudian masukan juga disampaikan oleh perwakilan dari Kelompok Masyarakat Pengawas dari Sekotong Lombok barat yang menyampaikan bahwa selain pemerintah memberlakukan aturan-aturan yang melarang masyarakat menangkap ikan di tempat-tempat tertentu sebaiknya juga dari pemerintah ada upaya-upaya untuk memberikan mata pencaharian alternative sehingga masyarakat tidak meraasa di rugikan. Selanjutnya dari Kepala Bidang Kelautan Dinas Kelautan Perikanan Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Lombok Utara menyampaikan tentang adanya peristiwa pemutihan atau kematian karang yang menimpa kelompok pembudidaya terumbu karang di dusun Jambi Anom Lombok Utara dan di sekitarnya. Dari DKP Lombok timur telah mencanangkan dana sebesar 700 juta rupiah untuk pengalihan usaha masyarakat yang merussak karang, selain itu disampaikan juga bahwa di Kawasan Konservasi Laut Daerah yang ada di Lombok Timur telah lama berlangsung adanya pengambilan kulit bakau di lokasi tersebut oleh nelayan dari Kabupaten Sumbawa. Selanjutnya dari DKP Sumbawa memberikan informasi mengenai banyaknya pulau kecil di Kabupaten Sumbawa yang bisa dijadikan kawasan konservasi. Selain itu juga dari Universitas Mataram menyampaikan bahwa data yang di milikisaat ini sangat terbatas dan perlu dilakukan kerjasama yang baik antara pemerintah dan lembaga-lembaga pendidikan yang ada dalam melakukan pendataan potensi sumber daya yang ada di NTB hususnya dan Indonesia pada umumnya. Beberapa pertanyan maupun masukan yang di sampaiakan peserta ditanggapi oleh direktur KTNL serta di masukkan dalam notulen rapat tersebut.
Setelah istirahat selama 2 jam, acara kemudian dilanjutkan dengan presentasi mengenai apa itu CITES, kemudaian aturan-aturan dalam CITES. Selain itu juga di sampaikan penjelasan mengenai Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor PER.03/MEN/2010 dan PER.04/MEN/2010 tentang Tata cara Penetapan Status Perlindungan Ikan dan Tata cara Pemanfaatan Jenis Ikan dan Genetik Ikan. Dalam kesempatan tersebut presentator menyampaikan panjang lebar mengenai isi dari peraturan menteri tersebut. Selanjutnya presentasi juga di sampaikan oleh Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) NTB. Dalam presentasinya banyak disampaikan mengenai aturan-aturan yang sudah dan sedang di berlakukan oleh BKSDA dalam melakukan konservasi di daerah NTB. Selain itu juga di jelaskan mengenai kuota dan siapa saja yang berhak menerima kuota serta mekanisme keluarnya ijin kuota. Di ahir acara kemudian di tutup oleh dinas kelautan dan perikanan Provinsi NTB.
e. Kesulitan dan Hambatan
Semua rangkaian acara berjalan dengan lancar tanpa adanya kesulitan dan hambatan pada kegiatan ini.
III. PENUTUP
a. Kesimpulan
Dari beberapa penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa kegiatan workshop cites spesies aquatic berlangsung dengan baik. Dari pemateri dan peserta mendapatkan tambahan informasi mengenai segala hal yang berkaitan dengan perikanan. Harapan dari pemateri agar setelah keluar dari ruangan ini segala ilmu dan pengetahuan yang didapatkan dari kegiatan ini bisa disampaikan kepada masyarakat dan instansi terkait baik secara formal melalui pertemuan-pertemuan atau non formal dengan berdiskusi.
b. Saran
Adanya kegiatan sosialisasi yang di lakukan di tingkat masyarakat khususnya masyarakat nelayan dan pengusaha budidaya ikan.
Jumat, 30 Juli 2010
Langganan:
Postingan (Atom)