Minggu, 28 Maret 2010

Terumbu Buatan

Pembuatan terumbu buatan dari beton
Desain terumbu buatan dipilih yang paling sederhana dan ekonomis tanpa mengabaikan pertimbangan aspek teknisnya. Saat ini departemen kelautan dan perikanan mengembangkan terumbu buatan modular dengan beton ringan, model halter, kubah dan pyramid. Saat ini terdapat kurang lebih 60 model terumbu buatan yang terbuat dari beton.adapu model dan bentuk terumbu buatan yang rencananya akan dibuat adalah sebagai berikut:
a.Terumbu buatan modular dengan beton ringan
Bahan-bahan yang dperlukan untuk membuat modul ringan dengan berat 20-30 kg adalah kerikil, semen, dan air. Kerikil yang akan digunakan batu pecah dengan diameter 0,5-1 cm sehingga mempunyai ikatan yang lebih kuat. Serta semen yang di gunakan adalah semen yang mempunyai daya ikat yang baik.
Langkah-langkah pembuatan terumbu buatan model ini adalah:
 Membuat cetakan
Menyiapkan tulangan praktis dari besi tulangan diameter 6 mm sesuai bentuk cetakan. Tulangan di potong +-4 kali ukuran panjang/lebar untuk tulangan keliling, dan untuk tulangan di tengah sepanjang lebar cetakan. Pada tiap sudut, tulangan keliling cukup di bengkokkan. Pengikatan atau perangkaian antar tulangan dengan kawat ram dilakukan pada pertemuan ujung pangkal tulangan keliling dan pertemuan tulangan keliling dengan ujung tulangan tengah.
 Menyiapkan campuran beton ringan
Kerikil dibersihkan dari kotoran dengan mencuci / menyemprot dengan air. Semen dan kerikil dicampur dan diaduk dengan pengaduk hingga merata. Setelah rata sambil terus diaduk dituangkan air sedikit demi sedikit. Perbandingan air dan semen diperkirakan sehingga campuran/adukan beton mudah dikerjakan. Setelah campuran merata, dituangkan ke dalam cetakan kira-kira setengah tebal cetakan. Letakkan besi tulangan dan tuangkan sisa adukan hingga mencapai tebal yang diinginkan.
 Mengeringkan campuran beton ringan
Selama dalam cetakan, tempatkan di dalam tempat yang teduh dan bila perlu tutup dengan kain yang selalu dibasahi paling cepat satu minggu setelah beton di tuangkan, cetakan dapat dibuka. Kepingan beton hasil cetakan ditumpuk tegak sambil diangin-anginkan dditempat yang teduh. Bila terdapat bagian yang patah dapat diperbaiki dengan menambal menggunakan pasta semen.
 Merangkai moduler beton ringan
Apabila beton telah mengeras, dapat diangkut kelapangan. Pengangkutan dapat dilakukan dengan menyusun secara miring lembaran-lembaran beton ringan percetak tersebut di dalam bak pengangkut. Setelah sampai dilokasi lembaran-lembaran dapat dirangkai membentuk kubus atau bentuk lain. Perangkaian dilakukan dengan tulangan diameter 6 mm yang dimasukkan dalam lubang yang telah disediakan pada samping lembaran beton. Setelah tulangan dimasukkan diisi dengan pasta semen selain itu antara lembaran beton dapat direkat dengan pasta semen pasir.
b.Terumbu Buatan Model Halter, Kubah, Piramid dan bentuk rancau.
Model pyramid disamping untuk rehabilitasi terumbu karang juga terutama ditujukan untuk menghadang trawl. Terumbu buatan model halter sesuai untuk ikan yang mempunyai sifat ketertarikan terhadap cahaya. Terumbu buatan model kubah atau tipe yang lain yang menciptakan ruangan yang gelap sesuai untuk ikan yang mempunyai ketertarikan terhadap gelap.
Bahan-bahan yang diperlukan untuk pembuatan terumbu buatan model halter, kubah dan pyramid adalah pasir, kerikil/batu split, semen, dan air. Kerikil sebaiknya dari batu pecah dengan ukuran diameter 2-3 cm agar mempunyai ikatan yang lebih kuat. Komposisi perbandingan pasir : split : semen = 2 : 2 : 3.
Langkah-langkah pembuatan terumbu buatan model ini adalah :
 Membuat rangka besi dari besi beton
Pembuatan disesuaikan dengn material besi berdasarkan diameter masing-masing tipe bahan. Setelah pemotongan dilakukan kemudian di rangkai dan diikat dengan kawat baja sehingga membentuk rangkaian besi bahan terumbu karang buatan. Apabila besi sudah siap rangkaian tersebut dirapikan satu persatu untuk pengecoran.
 Membuat cetakan beton
Bahan yang digunakan berupa papan tripleks 9 mm, kemudian dipotong-potong sesuai dengan ukuran yang telah ditentukan. Potongan kayu reng 3 x 4 cm sesuai dengan ukuran kebutuhan digunakan sebagai penguat cetakan beton selanjutnya dibuat rangkaian cetakan bagian dalam dengan ukuran yang sesuai dengan tipe bahan terumbu buatan. Setelah itu dibuat rangkaian cetakan bagian luar untuk menutup rangkaian cetakan dalam.
 Menyiapkan campuran beton dan pengecoran
Campuran beton disesuaikan dengan komposisi dan takaran campuran beton yang akan digunakan yaitu 2:2:3. Pengadukan beton dapat dilakukan secara manual menggunakan cangkul dan cetok, atau secara mekanis dengan alat pengaduk beton. Adonan beton tersebut kemudian di tuangkan ke dalam cetakan sedikit demi sedikit hingga penuh dengan mengetuk-ketuk dinding cetakan secara berlahan-lahan agar adukan tersebut dapat m,asuk merata ke seluruh cetakan.
 Membuka cetakan beton dan mengeringkan
Setelah pengecoran selesai dilaksanakan selanjutnya di tunggu proses pengerasan. Selama dalam cetakan tempatkan di tempat yang teduh dan bila perlu tutup dengan kain yang selalu di basahi. Pembukaan cetakan beton harus dilaksanakan secara hati-hati agar tidak terjadi kerusakan pada permukaan beton yang telah dibuat. Selanjutnya dilakukan pengeringan selama 28 hari. Setelah itu beton terumbu buatan tersebutsiap di tempatkan.

Rabu, 17 Maret 2010

PENGELOLAAN DAN REHABILITASI LAMUN

Anugerah Nontji
Program TRISMADES
anugerah_nontji@yahoo.com

ABSTRAK
Padang lamun di Indonesia yang diperkirakan seluas sekitar 30.000 km2 mempunyai peran penting sebagai habitat ikan dan berbagai biota lainnya. Berbagai jenis ikan yang bernilai ekonomi penting menjadikan padang lamun sebagai tempat mencari makan, berlindung, bertelur, memijah dan sebagai daerah asuhan. Padang lamun juga berperan penting untuk menjaga kestabilan garis pantai. Dalam perkembangannya banyak daerah lamun yang telah mengalami gangguan atau kerusakan karena gangguan alam ataupun karena aktivitas manusia. Gangguan atau tekanan oleh aktivitas manusia yang berlangsung terus menerus menimbulkan dampak yang lebih besar. Akar masalah perusakan padang lamun antara lain karena ketidak-tahuan masyarakat, kemiskinan, keserakahan, lemahnya perundangan dan penegakan hukum. Oleh karena itu pengelolaan padang lamun harus mengatasi masalah mendasar itu dalam upaya rehabilitasi padang lamun. Rehabilitasi padang lamun dapat di lakukan dengan dua pendekatan yakni: rehabilitasi lunak dan rehabilitasi keras. Rehabilitasi lunak lebih ditekankan pada pengendalian perilaku manusia yang menjadi penyebab kerusakan lingkungan, misalnya melalui kampanye penyadaran masyarakat (public awareness), pendidikan, pengembangan mata pencaharian alternatif, pengembangan Daerah Perlindungan Padang Lamun, pengembangan peraturan dan perundangan, dan penegakan hukum secara konsisten. Rehabilitasi keras mencakup kegiatan rehabilitasi langsung di lapangan seperti transplantasi lamun.

Keywords: lamun, pengelolaan, rehabilitasi

----

Dibandingkan dengan ekosistem terumbu karang dan mangrove, ekosistem lamun belum banyak mendapat perhatian. Ini disebabkan karena ekosistem lamun selama ini sering disalah-pahami sebagai lingkungan yang tidak banyak memberi manfaat nyata bagi manusia. Di Indonesia baru setelah tahun 2000-an perhatian pada lamun mulai berkembang seiring dengan mulai berkembangnya pengetahuan tentang peran lamun.
Potensi lamun
Luas padang lamun di Indonesia diperkirakan sekitar 30.000 km2 yang dihuni oleh 13 jenis lamun. Suatu padang lamun dapat terdiri dari vegetasi tunggal yakni tersusun dari satu jenis lamun saja ataupun vegetasi campuran yang terdiri dari berbagai jenis lamun. Di setiap padang lamun hidup berbagai biota lainnya yang berasosiasi dengan lamun, yang keseluruhannya terkait dalam satu rangkaian fungsi ekosistem.
Lamun juga penting bagi perikanan, karena banyak jenis ikan yang mempunyai nilai ekonomi penting, hidup di lingkungan lamun. Lamun dapat befungsi sebagai tempat ikan berlindung, memijah dan mengasuh anakannya, dan sebagai tempat mencari makan. Selain ikan, beberapa biota lainnya yang mempunyai nilai ekonomi juga dapat dijumpai hidup di padang lamun seperti teripang, keong lola (Trochus), udang dan berbagai jenis kerang-kerangan. Beberapa hewan laut yang sekarang makin terancam dan telah dilindungi seperti duyung (dugong) dan penyu (terutama penyu hijau) makanannya terutama teridiri dari lamun. Lamun juga mempunyai hubungan interkoneksi dengan mangrove dan terumbu karang sehingga diantara ketiganya dapat terjadi saling pertukaran energi dan materi.
Dilihat dari aspek pertahanan pantai, padang lamun dengan akar-akarnya yang mencengkeram dasar laut dapat meredam gerusan gelombang laut hingga padang lamun dapat mengurangi dampak erosi. Padang lamun juga dapat menangkap sedimen hingga akan membantu menjaga kualitas air.
Gangguan dan ancaman terhadap lamun
Meskipun lamun kini diketahui mempunyai banyak manfaat, namun dalam kenyataannya lamun menghadapi berbagai ganggujan dan ancaman. Gangguan dan ancaman terhadap lamun pada dasarnya dapat dibagi menjadi dua golongan yakni gangguan alam dan gangguan dari kegiatan manusia (antropogenik).

1)Gangguan alam
Fenomena alam seperti tsunami, letusan gunung api, siklon, dapat menimbulkan kerusakan pantai, termasuk juga terhadap padang lamun. Tsunami yang dipicu oleh gempa bawah laut dapat menimbulkan gelombang dahsyat yang menghantam dan memorak-perandakan lingkungan pantai, seperti terjadi dalam tsunami Aceh (2004). Gempa bumi, seperti gempa bumi Nias (2005) mengangkat sebagian dasar laut hingga terpapar ke atas permukaan dan menenggelamkan bagian lainnya lebih dalam. Debu letusan gunung api seperti letusan Gunung Tambora (1815) dan Krakatau (1883) menyelimuti perairan pantai sekitarnya dengan debu tebal, hingga melenyapkan padang lamun di sekitarnya.

Siklon tropis dapat menimbulkan banyak kerusakan pantai terutama di lintang 10 - 20o Lintang Utara maupun Selatan, seperti yang sering menerpa Filipina dan pantai utara Australia. Kerusakan padang lamun di pantai utara Australia karena diterjang siklon sering dilaporkan. Indonesia yang berlokasi tepat di sabuk katulistiwa, bebas dari jalur siklon, tetapi dapat menerima imbas dari siklon daerah lain. Siklon Lena (1993) di Samudra Hindia misalnya, lintasannya mendekati Timor dan menimbulkan kerusakan besar pada lingkungan pantai di Maumere.

Selain kerusakan fisik akibat aktivitas kebumian, kerusakan lamun karena aktivitas hayati dapat pula menimbulkan dampak negatif pada keberadaan lamun. Sekitar 10 – 15 % produksi lamun menjadi santapan hewan herbivor, yang kemudian masuk dalam jaringan makanan di laut. Di Indonesia, penyu hijau, beberapa jenis ikan, dan bulubabi, mengkonsumsi daun lamun. Duyung tidak saja memakan bagian dedaunannya tetapi juga sampai ke akar dan rimpangnya.

2)Gangguan dari aktivitas manusia
Pada dasarnya ada empat jenis kerusakan lingkungan perairan pantai yang disebabkan oleh kegiatan manusia, yang bisa memberikan dampak pada lingkungan lamun:
a)Kerusakan fisik yang menyebabkan degradasi lingkungan, seperti penebangan mangrove, perusakan terumbu karang dan atau rusaknya habitat padang lamun;
b)Pencemaran laut, baik pencemaran asal darat, maupun dari kegiatan di laut;
c)Penggunaan alat tangkap ikan yang tak ramah lingkungan;
d)Tangkap lebih, yakni eksploitasi sumberdaya secara berlebihan hingga meliwati kemampuan daya pulihnya

a.Kerusakan fisik
Kerusakan fisik terhadap padang lamun telah dilaporkan terjadi di berbagai daerah di Indonesia. Di Pulau Pari dan Teluk Banten, kerusakan padang lamun disebabkan oleh aktivitas perahu-perahu nelayan yang mengeruhkan perairan dan merusak padang lamun. Reklamasi dan pembangunan kawasan industri dan pelabuhan juga telah melenyapkan sejumlah besar daerah padang lamun seperti terjadi di Teluk Banten. Di Teluk Kuta (Lombok) penduduk membongkar karang-karang dari padang lamun untuk bahan konstruksi, atau untuk membuka usaha budidaya rumput laut. Demikian pula terjadi di Teluk Lampung. Di Bintan (Kepulauan Riau) pembangunan resor pariwisata di pantai banyak yang tak mengindahkan garis sempadan pantai, pembangunan resor banyak mengorbankan padang lamun.

b.Pencemaran laut
Pencemaran laut dapat bersumber dari darat (land based) ataupun dari kegiatan di laut (sea based). Pencemaran asal darat dapat berupa limbah dari berbagai kegiatan manusia di darat seperti limbah rumah tangga, limbah industri, limbah pertanian, atau pengelolaan lahan yang tak memperhatikan kelestarian lingkungan seperti pembalakan hutan yang menimbulkan erosi dan mengangkut sedimen ke laut. Bahan pencemar asal darat dialirkan ke laut lewat sungai-sungai atau limpasan (runoff).
Masukan hara (terutama fosfat dan nitrat) ke perairan pantai dapat menyebabkan eutrofikasi atau penyuburan berlebihan, yang mengakibatkan timbulnya ledakan populasi plankton (blooming) yang mengganggu pertumbuhan lamun. Epiffit yang hidup menempel di permukaan daun lamun juga dapat tumbuh kelewat subur dan menghambat pertumbuhan lamun. Kegiatan penambangan didarat, seperti tambang bauksit di Bintan, limbahnya terbawa ke pantai dan merusak padang lamun di depannya.
Pencemaran dari kegiatan di laut dapat terjadinya misalnya pada tumpahan minyak di laut, baik dari kegiatan perkapalan dan pelabuhan, pemboran, debalasting muatan kapal tanker. Bencana yang amat besar terjadi saat kecelakaan tabrakan atau kandasnya kapal tanker yang menumpahkan muatan minyaknya ke perairan pantai, seperti kasus kandasnya supertanker Showa Maru yang merusak perairan pantai Kepuluan Riau.

c.Penggunaan alat tangkap tak ramah lingkungan
Beberapa alat tangkap ikan yang tak ramah lingkungan dapat menimbulkan kerusakan pada padang lamun seperti pukat harimau yang mengeruk dasar laut. Penggunaan bom dan racun sianida juga ditengarai menimbulkan kerusakan padang lamun. Di Lombok Timur dilaporkan kegiatan perikanan dengan bom dan racun yang menyebabkan berkurangnya kerapatan dan luas tutupan lamun.

d.Tangkap lebih
Salah satu tekanan berat yang menimpa ekosistem padang lamun adalah tangkap lebih (over fishing), yakni eksploitasi sumberdaya perikanan secara berlebihan hingga melampaui kemampuan ekosistem untuk segera memulihkan diri. Tangkap lebih bisa terjadi pada ikan maupun hewan lain yang berasosiasi dengan lamun. Banyak jenis ikan lamun yang kini semakin sulit dicari, dan ukurannya pun semakin kecil. Demikian pula teripang pasir (Holothuria scabra), dan keong lola (Trochus) yang mempunyai nilai ekonomi tinggi, sekarang sudah sangat sulit dijumpai dalam alam. Duyung yang hidupnya bergantung sepenuhnya pada lamun kini telah menjadi hewan langka yang dilindungi, demikian pula dengan penyu, terutama penyu hijau.
Akar masalah pengelolaan
Merujuk pada gangguan atau kerusakan padang lamun seperti disebut di atas, maka perlulah diidentifikasi akar masalahnya.
Pada dasarnya manusia tak dapat mengontrol dan mengelola fenomena alam seperti tsunami, gempa, siklon. Kita hanya bisa melakukan mitigasi atau penanggulangan akibat yang ditimbulkannya. Di samping itu alam juga mempunyai ketahanan (resilience) dan mekanismenya sendiri untuk memulihkan dirinya dari gangguan sampai batas tertentu.
Dalam pengelolaan padang lamun, yang terpenting adalah mengenali terlebih dahulu akar masalah rusaknya padang lamun yang pada dasarnya bersumber pada perilaku manusia yang merusaknya. Berdasar acuan tersebut maka akar masalah terjadinya kerusakan padang lamun dapat dikenali sebagai berikut:
1. Kurangnya pengetahuan masyarakat tentang lamun dan perannya dalam lingkungan.
2. Kemiskinan masyarakat
3. Keserakahan mengeksploitasi sumberdaya laut;
4. Kebijakan pengelolaan yang tak jelas;
5. Kelemahan perundangan
6. Penegakan hukum yang lemah

Rehabilitasi padang lamun

Merujuk pada kenyataan bahwa padang lamun mendapat tekanan gangguan utama dari aktivitas manusia maka untuk rehabilitasinya dapat dilaksanakan melalui dua pendekatan: yakni: 1) rehabilitasi lunak (soft rehabilitation) , dan 2) rehabilitasi keras (hard rehabilitation).

1)Rehabilitasi lunak
Rehabilitasi lunak berkenan dengan penanggulangan akar masalah, dengan asumsi jika akar masalah dapat diatasi, maka alam akan mempunyai kesempatan untuk merehabilitasi dirinya sendiri secara alami. Rehabilitasi lunak lebih menekankan pada pengendalian perilaku manusia.

Rehabilitasi lunak bisa mencakup hal-hal sebagai berikut:
a)Kebijakan dan strategi pengelolaan. Dalam pengelolaan lingkungan diperlukan kebijakan dan strategi yang jelas untuk menjadi acuan pelaksanaan oleh para pemangku kepentingan (stake holders).
b)Penyadaran masyarakat (Public awareness). Penyadaran masyarakat dapat dilaksanakan dengan berbagai pendekatan seperti:
•Kampanye penyadaran lewat media elektronik (televisi, radio), ataupun lewat media cetak (koran, majalah, dll)
•Penyebaran berbagai materi kampanye seperti: poster, sticker, flyer, booklet, dan lain-lain
•Pengikut-sertaan tokoh masyarakat (seperti pejabat pemerintah, tokoh agama, tokoh wanita, seniman, dll) dalam penyebar-luasan bahan penyadaran.

c)Pendidikan. Pendidikan mengenai lingkungan termasuk pentingnya melestarikan lingkungan padang lamun. Pendidikan dapat disampaikan lewat jalur pendidikan formal dan non-formal

d)Pengembangan riset. Riset diperlukan untuk mendapatkan informasi yang akurat untuk mendasari pengambilan keputusan dalam pengelolaan lingkungan.

e)Mata pencaharian alternatif. Perlu dikembangkan berbagai kegiatan untuk mengembangkan mata pencaharian alternatif yang ramah lingkungan yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Masyarakat yang lebih sejahtera lebih mudah diajak untuk menghargai dan melindungi lingkungan.

f)Pengikut sertaan masyarakat. Partisipasi masyarakat dalam berbagai kegiatan lingkungan dapat memberi motivasi yang lebih kuat dan lebih menjamin keberlanjutannya. Kegiatan bersih pantai dan pengelolaan sampah misalnya merupakan bagian dari kegiatan ini.

g)Pengembangan Daerah Pelindungan Padang Lamun (segrass sanctuary) berbasis masyarakat. Daerah Perlindungan Padang Lamun (DPPL) merupakan bank sumberdaya yang dapat lebih menjamin ketersediaan sumberdaya ikan dalam jangka panjang. DPPL berbasis masyrakat lebih menjamin keamanan dan keberlanjutan DPPL.

h)Peraturan perundangan. Pengembangan pengaturan perundangan perlu dikembangkan dan dilaksanakan dengan tidak meninggalkan kepentingan masyarakat luas. Keberadaan hukum adat, serta kebiasaan masyarakat lokal perlu dihargai dan dikembangkan.

i)Penegakan hukum secara konsisten. Segala peraturan perundangan tidak akan ada manfaatnya bila tidak dapat ditegakkan secara konsisten. Lembaga-lembaga yang terkait dengan penegakan hukum perlu diperkuat, termasuk lembaga-lembaga adat.

2. Rehabilitasi keras
Rehabiltasi keras menyangkut kegiatan langsung perbaikan lingkungan di lapangan. Ini dapat dilaksanakan misalnya dengan rehabilitasi lingkungan atau dengan transplantasi lamun di lingkungan yang perlu direhabilitasi. Kegiatan transplantasi lamun belum berkembang luas di Indonesia. Berbagai percobaan transpalantasi lamun telah dilaksanakan oleh Pusat Penelitian Oseanografi LIPI yang masih dalam taraf awal. Pengembangan transplantaasi lamun telah dilaksanakan di luar negeri dengan berbagai tingkat keberhasilan.

Minggu, 14 Maret 2010

Taman Wisata Perairan Pulau Gili Ayer,Gili Meno dan Gili Trawangan

Kawasan konservasi perairan nasional (KKPN) yang hak pengelolaannya berada di bawah UPT BKKPN Kupang berjumlah 7 lokasi yaitu perairan Laut Banda (2500 ha), Kepulauan Aru bagian tenggara (114000 ha), Perairan Kepulauan Raja Ampat (60000 ha), Pulau Gili Ayer, Gili Meno dan Gili Trawangan (2954 ha), Kepulauan Kapoposang (50000 ha), Kepulauan Padaido (183000 ha), dan Kepulauan Panjang (271630 ha). Dari ke tujuh kawasan tersebut, salah satunya adalah berada di Pulau Lombok Nusa Tenggara Barat yaitu pulau Gili Ayer, Gili Meno dan Gili Trawangan dengan luas kawasan 2954 ha berdasarkan keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan nomor 67/MEN/2009.Semenjak adanya perpindahan hak pengelolaan dari departemen kehutanan kepada departemen kelautan dan perikanan maka diperlukan data dan informasi terkini yang akan menunjang dalam rencana pengelolaan selanjutnya. Sebelum melakukan kegitan pengelolaan oleh departemen kelautan dan perikanan dalam hal ini oleh balai kawasan konservasi perairan nasional yang berkedudukan di Kupang sangat perlu melakukan Survey lapangan guna memperoleh data dan informasi mengenai kegiatan yang sedang maupun yang sudah dilakukan di pulau Gili Ayer, Gili Meno dan Gili Trawangan.

Keanekaragaman Jenis Lamun Di Perairan Pantai Sire Indah Desa Sigar Penjalin Kecamatan tanjung Lombok Barat

ABDUS SABIL  
Fakultas MIPA UNRAM
Penelitian ini di lakukan di Perairan Pantai Sire Indah Desa Sigar Penjalin Kecamatan Tanjung Lombok Barat, yang bertujuan untuk mengetahui keanekaragaman jenis lamun yang ada di sana. Dalam penelitian ini dilakukan dua pengamatan yaitu pengamatan mengenai analisis pegetasi dan variabel lingkungan. Untuk analisis vegetasi lamun digunakan metode kombinasi antara metode garis transek dan metode kuadrat (Dawes 1981 dalam Kuriandewa 1997). Transek dibuat dengan jarak 50 m antar transek, pada setiap transek ditempatkan kuadrat berukuran 0,5 m2 dengan jarak antar kuadrat 10 m (Kuriandewa 1997). Untuk variabel lingkungan di tentukan dengan mengacak 20 titik pada lokasi penelitian. Pada setiap titik di ukur variabel lingkungan seperti suhu, salinitas, pH, dan substrat. Dari hasil pengamatan di dapatkan 9 jenis lamun yaitu Enhalus accoroides, Thalassia hemprichii, Halophila ovalis, Halophila minor, Cymodocea rotundata, Cymodocea serrullata, Halodule uninervis, Halodule pinifolia dan Syringodium isoetifolium. Nilai indeks keanekaragaman jenis yang di dapat adalah 0,776. menurut Kawaroe 1997 nilai indeks ini menunjukkan bahwa keanekaragaman lamun yang ada di lokasi penelitian termasuk kategori tinggi. Ini menunjukkan bahwa lokasi tersebut masih stabil.




KARAKTERISTIK HABITAT BURUNG DI GILI MENO DESA GILI INDAH KECAMATAN PEMENANG
LOMBOK BARAT
Andy Setiawan
Fakultas MIPA UNRAM
Indonesia termasuk dalam lima megadiversitas burung didunia setelah Kolombia, Peru, Brazil dan Ekuador dengan jumlah burung 1539 spesies. Keberadan burung di suatu habitat memberikan banyak manfaat antara lain : burung dapat berfungsi sebagai pengendali hama, membantu dalam proses penyerbukan, dan merupakan obyek menarik untuk sarana pendidikan dan penelitian, serta dapat juga dipergunakan sebagai penarik minat wisatawan untuk berkunjung. Oleh karena itu kekayaan keanekaragaman jenis flora dan fauna apabila ditangani secara serius, merupakan suatu aset dalam industri pariwisata terutama wisata pengamatan burung (Birdwatching). Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui jenis dan karakteristik habitat burung, sehingga dapat dimanfaatkan untuk dijadikan bahan pertimbangan dalam pengambangan daerah ini menjadi suatu daerah konservasi serta daerah ekowisata. Penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus 2007 di Gili Meno. Prosedur pengumpulan data dilakukan dengan metode titik hitung dengan jumlah titik pengamatan sebanyak 9 titik dan diikuti dengan pengukuran parameter lingkungan. Jenis burung yang ditemukan sebanyak 28 jenis yang termasuk ke dalam 20 famili. Terdapat 2 jenis yang termasuk burung endemik di kawasan Nusa Tenggara, 10 jenis burung migran, dan 4 jenis burung yang dilindungi. Beberapa jenis habitat di Gili Meno yang dimanfaaatkan oleh burung antara lain adalah pemukiman, perhotelan, kebun, semak, tepi pantai dan danau yang dikelilingi mangrove.
Kata Kunci : Burung, Karakteristik Habitat, Parameter lingkungan

Kamis, 04 Maret 2010

kegiatan sabily

Hari ini Sabily pergi ke tanjung lombok utara dalam rangka koordinasi kegiatan dari DKP Lombok Utara untuk TWP Gili Matra.
setelah sampai di Tanjung ternyata nasib baik memihak karena kebetulan pada saat itu sedang ada acara makan-makan di kantor..akhirnya ikut makan juga.....enaakkkk...
adapun beberapa kegiatan yang di rencanakan DKP lombok Utara untuk TWP Gili Matra adalah sbb:
1. Pengadaan alat scuba dan boot untuk pengawasan. (dalam Proses)
2. Penambahan Moring Buy untuk ketiga Gili.( dalam pendataan )
3. Pendataan kelompok nelayan di Gili Matra untuk mempermudah pelaksanaan program. (dalam proses)
4. Budidaya udang di danau asin Gili Meno.(masih usulan)
5. Kegiatan konservasi lamun di Gili matra (dalam usulan)
Kepala bidang Kelautan dan Perikanan Lombok Utara sedang mengusahakan semua kegiatan tersebut bisa dilaksanakan dan sabily selaku salah satu tenaga teknis dari BKKPN Kupang selaku pemangku jabatan untuk TWP Gili Matra diharapkan bisa membantu dalam pelaksanaan kegiatan tersebut...Mantap....
setelah melkukan koordinasi sabily ikut bapak kepala dinas, kepala bidang, kelautan dan perikanan beserta kepala-kepala seksi untuk menghadiri acara silaturrahmi bapak Bupati Lombok Utara di Dusun Jambi anom sekalian melihat hasil transplantasi terumbu karang yang sudah di lakukan kelompok nelayan bahari lestari jambi anom sebanyak 300 media yang suddah berhasil....pak bupati juga menyerahkan sumbangan untuk pembangunan masjid di jambi anom sebesar 5 juta rupiah....hidup pak bupati...
setelah itu go home deh.....kehujanan lewat pusuk.....

Rabu, 03 Maret 2010

TWP Gili Matra

Kawasan Gili Matra sudah di tetapkan sebagai kawasan konservasi dengan nama Taman wisata Alam Laut Pulau Gili Ayer, Gili Meno dan Gili Trawangan sejak tahun 1993 berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. 85/Kpts-II/93 tanggal 16 Pebruaui 1993 dengan luas kawasan 2.954 hektar dan dikelola sepenuhnya oleh departemen kehutanan dalam hal ini Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA). Pada tahun 2009 bersama dengan 7 kawasan yang lain kawasan Gili Matra diserahkan terimakan oleh departemen kehutanan kepada departemen kelautan berdasarkan berita acara serah terima kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam Nomor BA. 01/Menhut-IV/2009 dan BA. 108/MEN.KP/III/2009 tanggal 4 Maret 2009. Kemudian pada tanggal 3 September 2009 8 kawasan tersebut ditetapkan secara resmi sebagai Kawasan Konservasi Perairan Nasional (KKPN) oleh Mentreri kelautan Dan Perikanan.
Salah satu tindak lanjut dari penetapan 8 kawasan tersebut adalah penunjukan DIRJEN KP3K sebagai Dirjen yang mengelola 8 kawasan tersebut. Dirjen KP3K memiliki 2 UPT yang di persiapkan untuk mengelola kawasan tersebut yaitu Balai Kawasan Konservasi Perairan Nasional (BKKPN) dan Loka Kawasan Konservasi Perairan Nasional (LKKPN). Kawasan Gili Matra termasuk dari 7 Kawasan yang dikelola oleh BKKPN. Dan berdasarkan surat keputusan Mentri Kelautan dan Perikanan Nomor KEP.67/MEN/2009 tentang penetapan kawasan konservasi perairan nasional pulau Gili ayer, Gili Meno dan Gili Trawangan, nomenklaturnya dirubah menjadi Taman Wisata Perairan Pulau Gili Ayer, Gili Meno dan Gili Trawangan.